Hukum Barang Tanggungan ( Borg ) dalam Syariah Islam
ألسـلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بِســمِ اللهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيـم
Dalam Al Qur’anul Karim pada Juz 1 Surrah ke-2 Al Baqarah : 283, yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dari bahasa aslinya Arab, mudah-mudahan sesuai dengan isi, pokok, dan maksud serta hikmah sesuai dengan yang aslinya, sebagaimana berikut :
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai ) sedang kamu tidak memperoleh seorang Penulis, maka hendaklah ada BARANG TANGGUNGAN yang dipegang oleh pihak yang ber-piutang. Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Surrah ke-2 Al Baqarah : 283
Dari Ayat di atas, Allah سبحانه وتعلى mengajarkan kepada manusia ketika mereka melakukan mu’amalah ( jual-beli, hutang-piutang, sewa-menyewa, dsb ), terutama jenis perdagangan NON-TUNAI, DIPERBOLEHKAN untuk menggunakan BARANG AGUNAN (borg) yang di pegang oleh pihak yang berpiutang.
Hal yang perlu kita luruskan adalah adanya wacana berkembang di hampir sebagian besar masyarakat, terutama golongan umat Islam sendiri, bahwasanya : Pinjaman pada Lembaga Keuangan Syariah adalah Pinjaman Non Agunan. Dan apabila Lembaga Keuangan Syariah mensyaratkan Agunan pada produk Pembiayaannya, dengan serta merta kebanyakan masyarakat akan bertanya miring : “ Apa bedanya dengan konvensional , kalo pinjam aja musti pake Agunan ??!”
Ditengah situasi jaman saat ini, dan demi menjaga rasa KEADILAN kepada seluruh pemohon pembiayaan (kredit), maka Lembaga Keuangan Syariah menerapkan syarat Agunan untuk pinjaman dengan nominal tertentu. Syarat Agunan tersebut bukan dikarenakan tidak adanya unsur kepercayaan antara kedua belah pihak, pertimbangan utamanya adalah PEMBELAJARAN kepada masyarakat umum tentang rasa tanggung jawab.
Karena pada dasarnya eksekusi penjualan barang agunan bukan merupakan kejadian yang diinginkan oleh kedua belah pihak, bahkan pihak yang berpiutang sekali pun. Akan tetapi entah mengapa, tipikal sebagian masyarakat kita, apabila pinjamannya tanpa agunan maka ia akan seenaknya sendiri memenuhi kewajibannya : Angsuran tidak tepat, terlambat, dan bahkan kredit macet.
Benar adanya jika dana lunak tersebut adalah dana hibah, dan biasanya dana jenis itu tidak dituntut pengembaliannya oleh para Pendonor. Akan tetapi jika kita kembalikan kepada rasa Keadilan ( yang merupakan salah satu Pokok Ekonomi Syariah ), sudah adilkah ? Bagaimana kemudian nasib saudara-saudara kita lain yang belum mendapatkan haknya? Padahal kondisi mereka sebenarnya sama atau bahkan mungkin lebih parah dari pada kondisi kita sendiri ! Oleh karena itu bukankah wajar, bila Lembaga Pengelola dana tersebut menerapkan syarat Agunan kepada para peminjam … tanpa pandang bulu dan berlaku kepada siapa pun ??!?
Subhanallah …. Begitu jelas dan terangnya!!! Itulah salah satu ajaran-Nya yang Agung dan amat terencana sebelum dan sesudahnya. Sekarang tergantung kita untuk melakukannya. Apabila kita termasuk … dan ingin masuk menjadi golongan hamba-Nya yang beriman, maka WAJIB hukumnya untuk mempelajari …. Mengimani….. untuk selanjutnya mengamalkan ajaran-ajaran Illahi tersebut. Marilah kita tegakkan di bumi Allah سبحانه وتعلى yang luas dan penuh dengan karunia-Nya ini !!!!
No comments:
Post a Comment