Dengan sangat angkuh dan sombong, Pola Perekonomian yang akhir-akhir ini terkenal dengan nama NEOLIBERALISME itu telah berkembang dan membudaya berabad-abad lamanya, bahkan dipakai sendiri oleh para pemerintahan dan ekonom muslim di dunia. Dan lihatlah, di akhir dasa warsa ( hitungan berdasarkan 10 tahun ) awal di tahun 2000 ini, kesombongan itu telah dilluluh lantakkan dan dihancurkan !!! Apa yang disebut sebagai KRISIS PEREKONOMIAN GLOBAL telah terjadi. Dan hal tersebut telah parah melanda mereka yang mempunyai aliran NEOLIBELARILME itu.
Pada prinsipnya, Islam mengajarkan suatu TANGGUNG JAWAB kepada setiap orang, sebagai sebuah makhluk yang merupakan bagian dari makhluk-makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Secara garis besar, tanggung jawab seseorang itu dibagi menjadi 2 buah golongan: tanggung jawab kepada Rabb-nya (Tuhannya) dan tanggung jawab kepada sesama makhluk ciptaan Tuhan lainnya, terutama sesama manusia. Sebagai tanggung jawab kepada Rabb-nya (Tuhannya), Allah SWT dalam beberapa firmannya yang telah diterjemahkan dari bahasa aslinya (Arab) memberikan perintah kepada umatnya :
“Dan Perintahkan kepada keluargamu
Hai … orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesama manusia ( orang lain ) dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu “ (QS Al-Nisa’ [4] : 29)
- Sifat jujur sebagai salah satu pokok dasar hubungan personal para pelaku perekonomian.
Islam mengajarkan umatnya untuk melakukan perdagangan terhadap BARANG riil, termasuk juga Jasa riil. Perdagangan ini dalam pengertian terjadinya transaksi Jual Beli antara dua belah pihak atau lebih. Bukan perdagangan barang semu seperti halnya pada perekonomian Liberalisme, ( mis: perdagangan Index, VALAS, dan surat berharga atau derivatif lainnya ) - KEADILAN (fairness). Adil tidak berarti sama. Adil adalah mendapatkan sesuatu menurut kemampuannya masing-masing. Pada perekonomian, pada studi kasus PERBANKAN SYARIAH, KEADILAN (fairness) adalah salah satu Pokok dasar dalam operasionalnya, terutama pada bidang pembiayaan/kredit. Sebagai ilustrasi : Besarnya Angsuran seorang peminjam kredit, akan dinilai dan ditentukan berdasarkan kemampuan finansial usaha (bisnisnya). Dengan kata lain, seandainya ada 2 atau lebih peminjam kredit mengajukan permohonan kredit, masing-masing dengan nominal yang sama, dalam kesepakatan (akad) perjanjian nantinya masing-masing mungkin akan mendapatkan beban angsuran yang berbeda. Hal tersebut tidak berlaku pada PERBANKAN konvensional (non-syariah). Keadilan tersebut berlaku sampai berakhirnya masa perjanjian, dimana PERBANKAN Syariah dilarang keras untuk menurunkan apalagi menaikkan Angsuran dan Pokok pada saat perjanjian itu berjalan, yang mungkin disebabkan oleh kondisi makro perekonomian, misalnya: inflasi, kenaikan atau penurunan suku bunga bank sentral, devaluasi, dsb.
- Mengharuskan adanya KEIKHLASAN (perasaan suka sama suka dan bersedia menerima dengan sepenuh hati dengan tanpa adanya unsur paksaan sedikit pun ) antara kedua belah pihak, dengan berdasarkan dan mengutamakan prinsip TANGGUNG JAWAB terhadap perjanjian dan amanat.
- TENGGANG RASA, suatu prinsip yang sangat membedakan antara sistem perekonomian Syariah dan Non-syariah. Harta adalah titipan ( karena pemilik yang hakiki adalah Allah SWT) dan harta adalah cobaan dari Allah SWT. Dimana harta tersebut tidak akan dibawa oleh seseorang apabila ia meninggal. Dan dalam sebagian harta yang dimiliki itu, terdapat harta yang menjadi hak orang lain. Karena mungkin, kita adalah sebagai perantara dari rezeki yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang tersebut. Dan boleh jadi, Allah SWT memberikan rezeki kepada seseorang dengan perantaraan orang lainnya. Tenggang rasa ini diwujudkan oleh perintah untuk menafkahkan sebagian rezeki yang dimilikinya, dengan melaksanakan kewajiban : ZIS ( Zakat, Infaq, dan Shodaqoh ) kepada mereka golongan yang ber-hak mendapatkannya sesuai dengan syariah agama, misalnya : fakir & miskin, anak yatim, fisabilillah, kaum kerabat yang membutuhkan, dll.
Sebagai penutup, adalah sebuah kalimat bijak yang mungkin dapat kita jadikan dasar dalam melakukan kehidupan, yang insya Allah adalah kehidupan yang berprinsip pada Syariah Islam :
“Kehidupan baik”bukanlah berarti kehidupan mewah dan yang luput dari ujian, tetapi ia adalah kehidupan yang penuh kedamaian dan diliputi rasa lega, kerelaan, serta kesabaran dalam menerima ujian dan rasa syukur atas segala yang diperoleh. Sesuatu yang jauh dari rasa takut yang berlebih terhadap apa yang akan terjadi kelak atau kesedihan yang melampaui batas atas apa yang telah dilewati. Sesuatu yang tidak pernah menggoyahkan jiwa, kapan pun dan seperti apa pun.”
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabbarakatu