ألسـلام عليكم ورحمة الله وبركاته …..***…..***…..***….. بِســمِ اللهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيـم …..***…..***…..***….. “Orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya syaitan dikarenakan oleh (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, disebabkan mereka berkata (berpendapat) : sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang (mengetahui) telah sampai larangan kepadanya larangan dari Tuhannya, kemudian berhenti dari mengambil riba, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum larangan itu datang kepadanya); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” Surrah ke-2 Al Baqarah : 275 …..***…..***….. ***….. Selamat Datang di Situs Baytul TAMWIL Saka Madani …..***…..***…..***….. Apabila Anda hendak menjadi Anggota atau pun Nasabah kami, mohon isi Formulir di bagian bawah BLOG ini …..***…..***…..***….. Apabila Anda hendak menyalurkan ZIS dan atau mengamanahkan investasi dana Anda secara Syariah di Lembaga kami, mohon isi Formulir di bagian bawah BLOG ini ..... Terima Kasih ....***…..***…..***….. وألسـلام عليكم ورحمة الله وبركات

Saturday, June 13, 2009

POLA SYARIAH PADA SAAT KRISIS EKONOMI DUNIA: AKANKAH MENJADI PENYEMBUH YANG AMPUH BAGI KRISIS PEREKONOMIAN GLOBAL ??

Kurang lebih 14 abad yang lalu, Allah SWT telah mengajarkan pokok-pokok mu’amalah, dalam hal ini hukum Syariah Islam yang mengatur hubungan antar manusia dalam hal perdagangan. Jika kita melihat perekonomian yang berkembang dan terjadi saat ini, dan hampir terjadi merata diseluruh belahan dunia, dimana dipakai sebagai rujukan oleh para pemerintah dan para ekonom, sebenarnya sangat rapuh dan bertentangan dengan Prinsip Syariah yang telah disampaikan oleh Allah SWT melalui perantaraan Rasul-Nya, Muhammad SAW.

Dengan sangat angkuh dan sombong, Pola Perekonomian yang akhir-akhir ini terkenal dengan nama NEOLIBERALISME itu telah berkembang dan membudaya berabad-abad lamanya, bahkan dipakai sendiri oleh para pemerintahan dan ekonom muslim di dunia. Dan lihatlah, di akhir dasa warsa ( hitungan berdasarkan 10 tahun ) awal di tahun 2000 ini, kesombongan itu telah dilluluh lantakkan dan dihancurkan !!! Apa yang disebut sebagai KRISIS PEREKONOMIAN GLOBAL telah terjadi. Dan hal tersebut telah parah melanda mereka yang mempunyai aliran NEOLIBELARILME itu.
Hampir setiap saat kita mendengar dan menyaksikan, perusahaan-perusahaan raksasa di dunia ini terkena dampaknya, dan yang lebih parah lagi, mereka kolaps. Sesuatu yang hampir tidak mungkin terjadi, menurut logika manusia, terutama mereka para penganut faham NEOLIBERALISME . Hal itu tidak begitu parah menimpa, dan bahkan tidak terasa dampaknya bagi mereka yang sudah melakukan perekonomian yang berdasarkan pada Prinsip-Prinsip Syariah Islam. Sebagai sebuah contoh, dapat kita saksikan dengan masih amannya tingkat resiko kredit pada perbankan ber-pola syariah. Kenapa kita ambil contoh Perbankan? Karena diakui atau tidak, pada situasi perekonomian modern saat ini, kehidupan perekonomian suatu Negara, bahkan dunia tidak dapat terlepas dari peran serta sektor perbankan sebagai salah satu sektor riil pendukung sektor-sektor riil lainnya. Mari kita sedikit mengupas, apa sebenarnya sistem perekonomian yang berdasarkan pada prinsip dan berpola Syariah Islam tersebut. 

Pada prinsipnya, Islam mengajarkan suatu TANGGUNG JAWAB kepada setiap orang, sebagai sebuah makhluk yang merupakan bagian dari makhluk-makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Secara garis besar, tanggung jawab seseorang itu dibagi menjadi 2 buah golongan: tanggung jawab kepada Rabb-nya (Tuhannya) dan tanggung jawab kepada sesama makhluk ciptaan Tuhan lainnya, terutama sesama manusia. Sebagai tanggung jawab kepada Rabb-nya (Tuhannya), Allah SWT dalam beberapa firmannya yang telah diterjemahkan dari bahasa aslinya (Arab) memberikan perintah kepada umatnya :

“Dan Perintahkan kepada keluargamu
untuk mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Allah SWT tidak meminta rezeki kepadamu, Allah SWT yang memberi rezeki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang taqwa.” (QS Thaahaa [20]: 132)
“Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas dimuka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS Asy Syuura [42]:27)
Dalam ayat ini, setiap orang diingatkan bahwa hanyalah Allah SWT-lah yang ber-hak memberikan rezeki kepada seseorang, tidak yang lain apa pun itu bentuk dan jenisnya. Pada saat seseorang berikhtiar (berusaha) mencari rezeki dari Tuhannya itu, setiap orang diperintahkan untuk selalu mengingat Tuhan-nya dengan jalan (salah satunya) : mendirikan Sholat (berdo’a). Bersamaan dengan itu pula setiap orang diperintahkan untuk sabar, sebuah perbuatan yang amat sangat berat dan tidak mudah untuk dilaksanakan. Oleh karena itulah, mereka yang melaksanakan perintah dalam ayat ini, disebut sebagai manusia yang ber-taqwa (mengikuti segala perintah dan menjauhi segala larangan Allah SWT).
Sedangkan Prinsip Syariah Islam yang membahas golongan kedua, yaitu tanggung jawab seseorang kepada sesama makhluk ciptaan Tuhan lainnya, terutama sesama manusia, dimana pada artikel ini kami batasi pada masalah perekonomian, lebih spesifik lagi perdagangan adalah sebagai berikut :

Hai … orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesama manusia ( orang lain ) dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu “ (QS Al-Nisa’ [4] : 29)
Hai … orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.“(QS Al-Anfaal [8]: 27-28)
Rasulullah SAW bersabda, “Tiga golongan orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah kelak di hari kiamat, tidak dipandang dan tidak akan disucikan. Mereka akan mendapat siksa yang pedih.” Abu Dzar ra bertanya, “Siapa mereka.. ya Rasulullah?” Nabi menjawab, ” Mereka adalah orang yang sombong, orang yang suka mengungkit-ungkit telah diberikan kepada orang lain dan orang yang menjual barang dagangan dengan sumpah palsu.” (HR Muslim)
Rasulullah SAW melanjutkan, “Itulah orang yang bangkrut. Ia rajin beribadah tetapi ia tidak memiliki akhlak yang baik. Ia banyak melakukan ketidakadilan, merampas hak orang lain, dan banyak menyakiti hati orang lain.” (HR At Tirmidzi)
Dari sedikit hukum dari sekian banyaknya hukum Syariah yang telah diberikan Allah SWT untuk umat-nya; dengan segala kerendahan hati, keterbatasan kemampuan , dan tak lupa selalu memohon kepada Allah SWT agar berkenan memberikan petunjuk dan hidayah-Nya, mari kita mencoba sedikit menafsirkan sebagai berikut :
  • Sifat jujur sebagai salah satu pokok dasar hubungan personal para pelaku perekonomian.
    Islam mengajarkan umatnya untuk melakukan perdagangan terhadap BARANG riil, termasuk juga Jasa riil. Perdagangan ini dalam pengertian terjadinya transaksi Jual Beli antara dua belah pihak atau lebih. Bukan perdagangan barang semu seperti halnya pada perekonomian Liberalisme, ( mis: perdagangan Index, VALAS, dan surat berharga atau derivatif lainnya )
  • KEADILAN (fairness). Adil tidak berarti sama. Adil adalah mendapatkan sesuatu menurut kemampuannya masing-masing. Pada perekonomian, pada studi kasus PERBANKAN SYARIAH, KEADILAN (fairness) adalah salah satu Pokok dasar dalam operasionalnya, terutama pada bidang pembiayaan/kredit. Sebagai ilustrasi : Besarnya Angsuran seorang peminjam kredit, akan dinilai dan ditentukan berdasarkan kemampuan finansial usaha (bisnisnya). Dengan kata lain, seandainya ada 2 atau lebih peminjam kredit mengajukan permohonan kredit, masing-masing dengan nominal yang sama, dalam kesepakatan (akad) perjanjian nantinya masing-masing mungkin akan mendapatkan beban angsuran yang berbeda. Hal tersebut tidak berlaku pada PERBANKAN konvensional (non-syariah). Keadilan tersebut berlaku sampai berakhirnya masa perjanjian, dimana PERBANKAN Syariah dilarang keras untuk menurunkan apalagi menaikkan Angsuran dan Pokok pada saat perjanjian itu berjalan, yang mungkin disebabkan oleh kondisi makro perekonomian, misalnya: inflasi, kenaikan atau penurunan suku bunga bank sentral, devaluasi, dsb.
  • Mengharuskan adanya KEIKHLASAN (perasaan suka sama suka dan bersedia menerima dengan sepenuh hati dengan tanpa adanya unsur paksaan sedikit pun ) antara kedua belah pihak, dengan berdasarkan dan mengutamakan prinsip TANGGUNG JAWAB terhadap perjanjian dan amanat.
  • TENGGANG RASA, suatu prinsip yang sangat membedakan antara sistem perekonomian Syariah dan Non-syariah. Harta adalah titipan ( karena pemilik yang hakiki adalah Allah SWT) dan harta adalah cobaan dari Allah SWT. Dimana harta tersebut tidak akan dibawa oleh seseorang apabila ia meninggal. Dan dalam sebagian harta yang dimiliki itu, terdapat harta yang menjadi hak orang lain. Karena mungkin, kita adalah sebagai perantara dari rezeki yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang tersebut. Dan boleh jadi, Allah SWT memberikan rezeki kepada seseorang dengan perantaraan orang lainnya. Tenggang rasa ini diwujudkan oleh perintah untuk menafkahkan sebagian rezeki yang dimilikinya, dengan melaksanakan kewajiban : ZIS ( Zakat, Infaq, dan Shodaqoh ) kepada mereka golongan yang ber-hak mendapatkannya sesuai dengan syariah agama, misalnya : fakir & miskin, anak yatim, fisabilillah, kaum kerabat yang membutuhkan, dll.

Sebagai penutup, adalah sebuah kalimat bijak yang mungkin dapat kita jadikan dasar dalam melakukan kehidupan, yang insya Allah adalah kehidupan yang berprinsip pada Syariah Islam :

Kehidupan baik”bukanlah berarti kehidupan mewah dan yang luput dari ujian, tetapi ia adalah kehidupan yang penuh kedamaian dan diliputi rasa lega, kerelaan, serta kesabaran dalam menerima ujian dan rasa syukur atas segala yang diperoleh. Sesuatu yang jauh dari rasa takut yang berlebih terhadap apa yang akan terjadi kelak atau kesedihan yang melampaui batas atas apa yang telah dilewati. Sesuatu yang tidak pernah menggoyahkan jiwa, kapan pun dan seperti apa pun.”


Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabbarakatu

بِســمِ اللهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيـم .......... الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Iklankan Bisnis & Usaha Anda di Situs ini :